PANDANGAN MARIA MONTESSORI TENTANG PENDIDIKAN Oleh Tuah Manurung
Dr. Maria Montessori percaya bahwa setiap manusia melalui serangkaian lompatan kuantum pembelajaran (quantum leaps of learning) selama usia-usia pra sekolah. Usia pra-sekolah menjadi salah satu perhatian penting dalam metode Montessori karena pada masa itu anak mengalami perkembangan pesat. Masa penting pra-sekolah itu disebutnya dengan istilah "sensitive periods."
Metode Montessori tidak menyukai pengukuran prestasi secara tradisional (jenjang, ujian) dan menyebutkannya sebagai sebuah hal yang merusak pertumbuhan internal (inner growth) pada anak-anak dan orang orang dewasa. Analisis prestasi anak tidak diberikan. Sebagai gantinya, diberikan daftar ketrampilan, aktivitas dan titik-titik kritis, dan kadang-kadang pencapaian anak-anak secara naratif (kekuatan dan kelemahannya) dengan penekanan pada perbaikan kekurangannya.
Kelas montessori secara umum dibagi dalam 2 kelompok besar: lahir-6 dan 6-12. Kelompok pada tingkat pertama biasa disebut dengan istilah "casa dei bambini" (rumah anak-anak) dan berfokus pada pembelajaan dan pengembangan diri dengan kecepatan individual. Pada tingkat kedua, kerjasama dengan orang lain dan pendidikan semesta "cosmic education" mulai diperkenalkan.
Pengelompokan umur yang variatif dipercaya menghasilkan sikap mental yang kooperatif di mana anak yang lebih tua secara otomatis berbagi pengetahuan dengan anak yang lebih mudah. Bagi siswa Montessori, belajar adalah perjalanan menemukan sendiri (journey of self-discovery) yang pada akhirnya mengarah pada tingkat konsentrasi yang tinggi, kepercayaan diri, motivasi-pribadi, disiplin-pribadi, dan kecintaan pada belajar.
Metode Montessori mendukung individualitas dalam seting komunal di mana setiap anak bertanggung jawab untuk diri mereka dan masyarakat luas. Konsep ini diperbandingkan dengan konsep umum yang meletakkan kelas sebagai ukuran umum pendidikan dan anak hanya bagian dari daripadanya.
Tabel: Masa ‘Emas’ Menurut Montessori
USIA ANAK (tahun) PERIODE PERKEMBANGAN
Lahir-3 Perkembangan kepekaan inderawi dan pikiran yang sudah dapat menyerap stimulus melalui panca indera
1 ½ - 3 Perkembangan kepekaan dan kemampuan berbahasa (menirukan, berkomunikasi dua arah)
1 ½ - 4 Perkembangan kordinasi dan gerakan otot
Tertarik dengan objek-objek yang kecil
2 – 4 Pematangan kordinasi gerakan
Peduli/mempertanyakan kebenaran dan kenyataan
Sadar akan ruang dan waktu
2½ - 6 Pematangan pada kepekaan inderawi
3 - 6 ‘Tunduk’ pada pengaruh orang dewasa
3½ - 4½ Perkembangan kemampuan menulis
4 – 4½ Perkembangan kemampuan fisik
4½ - 5½ Perkembangan kemampuan ಮೆಮ್ಬಚಾ
1. PANDANGAN TENTANG PROSES PENDIDIKAN
Pemikiran Maria Montessori telah memberikan kontribusi yang besar terhadap revolusi pendidikan dewasa ini. Ia menganggap bahwa anaklah yang membangun orang dewasa bukan orang dewasa yang membangun anak. Anak makhluk yang konstruktif yang memerlukan bantuan orang dewasa agar perkembangannya optimal. Pendidikan yang selama itu terjadi dalam pandangan Montessori, telah membelenggu perkembangan anak. Guru dan orang dewasa yang egosnetris, otoriter, dan berperan sebagai ahli adalah merupakan kekeliruan besar.
Hal tersebut di atas menyebabkan ia menekankan perlunya pola pendidikan baru, yaitu sistem pendidikan sejak usia dini yang sesuai dengan perkembangan anak dimana peran orang dewasa sangat penting dalam membantu perkembangan mereka secara optimal. Berikut adalah pokok-pokok pikiran (asumsi) Maria Montessori yang menegaskan perlunya pendidikan pola baru tersebut. Antara lain, sebagai berikut;
1. Pendidikan Pola Baru adalah Pendidikan yang Memfokuskan pada Anak dan Peran Orang dewasa
Masalah utama dalam pendidikan adalah bukan pendidikannya itu sendiri, tapi masalah hubungan antara anak dengan orang dewasa. (Ucapan Marian Minetssori dalam E.M. Standing, “Maria Montessori: Her Life and Work”, hal. 250). “Anak adalah anak, bukan miniatur orang dewasa. Anak juga bukan layaknya bagaikan sesuatu benda kosong, dimana orang dewasa harus mengisinya dengan sesuatu.” (Course Manual, hal. 11).
Maria Montessori memandang bahwa pendidikan adalah kunci utama untuk regenerasi kehidupan manusia. Kegagalan sistem pendidikan yang tidak mampu membangun masyarakat pada masa itu disebabkan karena terdapat adanya kekeliruan sistem pendidikan yang tidak memfokuskan pada masalah pendidikan sejak anak usia dini. (Course manual, hal 11). Jika pendidikan ingin berhasil, maka harus didasarkan pada anak (Montessori, “education for New world”, Hal. 4).
Namun, Montessori juga menegaskan bahwa pendidikan saja tidak cukup jika orang tua dan guru (sebagai orang dewasa) memiliki asumsi yang salah terhadap anak. Orang dewasa harus meninggalkan anggapannya bahwa anak bagaikan benda kosong yang menunggu untuk diisi dengan pengetahuan dan pengalaman orang dewasa. Mengapa? Karena penting untuk dipahami bahwa anak memiliki potensinya masing-masing.
Disamping itu, Montessori menegaskan pula pentingnya orang dewasa (guru dan orang tua) untuk menghilangkan egosentris dan keotoriterannya terhadap anak. Orang dewasa harus berperan sebagai orang kedua yang memperlakukan anak dengan lemah lembut untuk membantu tahapan perkembangannya dengan baik.
2. Pendidikan Pola Baru adalah Pendidikan yang Membebaskan Anak dari Ketergantungan terhadap Orang Dewasa
Setiap orang dewasa berasal dari seorang anak dulunya, Jadi, anaklah yang membntuk dirinya menjadi dewasa. Anak menyerap pengalaman apapun yang ia alami di dunia dan pengalaman tersebut berpengaruh terhadap perkembanganya ketika dewasa kelak. Berdasrkan asumsi ini, Monetssori menegaskan pentingya untuk membebaskan anak dari peran ketergantungannya terhadap orang dewasa, jika anak tersebut kita inginkan agar menjadi orang yang benar-benar mandiri kelak.
3. Pendidikan Pola Baru adalah Pendidikan Anak yang Memberikan Peluang untuk Mengoptimalkan Kekuatan Unik pada Dirinya untuk Mengembangkan Diri
Montessori menyatakan pentingnya orang dewasa menyadari bahwa kapasitas belajar anak sangat berbeda dengan orang dewasa, ia memiliki kekuatan unik untuk mengembangkan dirinya. Beberapa hasil observasi Montessori menunjukkan sebagai berikut:
Anak menggunakan lingkungannya untuk menyempurnakan dirinya, sementara orang dewasa memanfaatkan dirinya untuk menyempurnakan lingkungannya. Orang dewasa adalah maklhuk yang tidak lagi berkembang, tetapi anak adalah makhluk sedang dalam keadaan senantiasa berkembang secara konstan. Ia berinteraksi dengan lingkungannya dan menyerap semua kesan yang dialaminya dan berpengaruh terhadap perkembangan dirinya.
Tujuan anak melakukan sesuatu (bekerja) bersifat internal bukan eksternal seperti halnya orang dewasa. Orang dewasa melakukan sesuatu (bekerja) untuk menyelesaikan aktifitasnya, tapi anak melakukan aktifitas untuk perkembangannya. Melalui aktifitas kerjanya ia mengembangkan konsentrasi, mengembangkan perkembangan motorik, membangun kebiasaan, dan lebih penting lagi membangun konsep diri. Anak lebih tertarik pada proses dalam melakukan aktifitas, sedangkan orang dewasa lebih tertarik pada hasil dari aktifitasnya.
Anak mengikuti hukum usaha maksimum. Agar berhasil melakukan sesuatu ia meningkatkan usahanya. Dengan demikian agar berkembang optimal, ia harus melakukannya sendiri dan tak ada seorang pun yang dapat melakukannya untuk dirinya (tak dapat diwakilkan). Segala bantuan yang diberikan kepadanya justeru menghambat perkembangan optimal mereka.
Ritme aktifitas anak dalam melakukan sesuatu berbeda dengan orang dewasa. Sebagai contoh, anak umur 3,5 tahun yang harus membawa 10 benda ke suatu tempat maka ia akan melakukan pengambilan dan menempatkannya sebanyak sepuluh kali. Sedangkan, orang dewasa, karena kematangan kemampuan strateginya, mungkin cukup sekali. Kesimpulannya, anak memiliki pola perkembangan yang bertahap untuk dapat menguasai atau mahir dalam melakukan sesuatu.
4. Pendidikan Pola Baru adalah Pendidikan Anak yang Memberikan Peluang kepada Mereka untuk Berinteraksi dengan Lingkungannya secara Bebasa dengan Penuh Kesabaran, Simpati, Kehangatan dan Kasih Sayang
Anak memiliki potensi, Montessori menyebutnya sebagai ”ruhnya anak/spiritual embryo”, yang tidak disadari oleh dirinya. Implikasinya, agar anak (sebagai calon orang dewasa masa depan) akan membangun dunia yang lebih baik jika diberikan kesabaran, simpati, kehangatan dan kasih sayang untuk berkembang. Untuk itu diperlukan dua kondisi. Pertama, anak perlu berinteraksi dengan lingkungan untuk dapat memahami alamnya. Kedua, ia perlu kebebasan untuk menemukan dirinya. Jika dua kondisi ini hilang, maka perkembangannya tidak optimal.
5. Pendidikan Pola Baru adalah Pendidikan anak yang Mampu Memberikan Kondisi dan Perlakuan (Bantuan) yang Tepat
Montessori menyatakan bahwa berbeda dengan orang dewasa, anak memiliki intelijensi kreatif yang ada dalam tahap mental bawah sadar mereka. Saat itu adalah saat sensitif (sensitive periode) bagi anak. Interaksi dengan lingkungannya akan membantu perkembangan mereka. Oleh karena itu, orang dewasa (guru/orang tua) perlu diberikan kondisi lingkungan plus perlakuan yang tepat atau sesuai agar semua aspek perkembangan mereka berkembang secara optimal.
Komentar