VISI PENDIDIKAN TUAN CAPRES?
Setelah
KPU menetapkan dua pasang Calon Presiden RI Ir. H. Joko Widodo – H.M Yusuf
Kalla dan H. Prabowo Subianto – H.M Hatta Rajasa akan berkompetisi secara jujur, santun dan
elegan untuk mengambil hati rakyat Indonesia untuk sebuah tujuan pengabdian
kepada rakyat Indonesia melalui jabatan Presiden dan Wakil Presiden Republik
Indonesia. Sudah pasti kompetisi ini akan menghiasi dan mewarnai ruang publik
dan media (cetak, online dan visual)
sebagai sarana kampanye. Tidak ada yang salah tentunya, justru gegap gempita
tersebut diharapkan mampu menjadi rahmat bagi sekian alam.
Bukan
Janji “Palsu”.
Dus,
sudah terpersepsi dimasyarakat, ajang kampanye adalah umbar janji dan harapan
untuk masyarakat yang dilakukan calon pemimpin, tapi sebenarnya ini merupakan antitesa dan puncak kekecewaan pada
janji-janji yang tidak terpenuhi. Idealnya kampanye sebuah moment untuk
menyampaikan ide dan program dari para kandidat yang berkompetisi.
Sesungguhnya,
sebelum jadwal kampanye capres dimulai, masing-masing kandidat pemimpin bangsa
ini sudah melakukan sosialiasasi yang intensif pada masyarakat yang dibungkus dalam
kemasan yang bernama blusukan, silaturrahiem atau sekedar memberi pesan moral
di media. Semua aspek kehidupan masyarakat dijadikan content yang dikemas dalam paket issu kampanye kesehatan gratis ,
pengentasan kemiskinan, perlindungan budaya bangsa , peningkatan nasionalisme
dan atau pendidikan gratis.
Namun,
sebagian besar kampanye yang dilakukan oleh para capres-capres tersebut belum
menyentuh inti permasalahan (substansif)
hanya mengeksploitasi permasalahan yang ada, bahkan cenderung mengada-ada dan
miskin solusi. Terutama menyangkut persoalan pendidikan yang kompleks, sampai
saat ini belum terdengar arah dan kebijakan (visi misi) para capres tersebut
bagaimana membenahi pendidikan yang carut marut. Sebagai institusi tertua
setelah perkawinan, pendidikan adalah pondasi bagi bangsa yang majemuk ini. Bagi
insan pendidik; permasalahan dalam dunia pendidikan ini adalah masalah yang
krusial, secara kualitatif sumber data terakhir Education For All (EFA) Global Monitoring Report 2011: The Hidden
Crisis, Armed Conflict and Education yang dilansir Organisasi Pendidikan,
Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO), Indeks
Pembangunan Pendidikan atau Education
Development Index (EDI) menempatkan Indonesia di posisi ke-69 dari 127
negara di dunia. Lain halnya secara kuantitatif banyak ditemukan persoalan-persoalan
pendidikan di Negara ini mulai dari Ujian Nasional (UN) yang diperdebatkan
legalitasnya, sertifikasi guru yang sering ngadat,
perlindungan hak-hak guru yang teraktualisasi dalam revisi PP No 74 Tahun
2008 yang belum kunjung selesai, Kurikulum 2013 dan dinamikanya serta yang teranyar tentang JIS Sekolah Internasional
yang menginvasi kedaulatan pendidikan Indonesia.
Presiden
Baru, Harapan Baru.
Harap-harap cemas
tentunya. Harapan untuk peningkatan kualitas pendidikan Indonesia masih ada,
paling tidak ini yang terpatri di hati para praktisi dan pemerhati pendidikan
di Indonesia. Mengacu pada pemerintahan dua priode Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono, bagaikan setitik air di padang pasir mampu memberikan kesejukan bagi
dunia pendidikan, lahirnya UU Sistem Pendidikan Nasional, UU Guru dan Dosen,
Tunjangan Profesi Guru (Dosen), Pelatihan Profesi Guru (PPG) sampai dengan
kebijakan Kurikulum 2013, terlepas menjadi diskursus yang berkepanjangan paling
tidak ini merupakan prestasi.
Tentunya
kedepan, semakin massif nya tantangan
dalam dunia pendidikan memerlukan strategi dan sentuhan yang apik dalam
membangun pendidikan di Negara Republik Indonesia ini. Persoalan dekadensi
moral, korupsi, merosotnya semangat nasionalisme, lemahnya daya saing sumber
daya manusia (SDM) Indonesia dalam merebut dan mencari lapangan kerja, selalu
dikaitkan dengan output pendidikan
kita.
Strategi
dan sentuhan yang apik dalam visi yang jelas serta terukur dalam membangun
pendidikan Indonesia kedepan itu yang seharus menjadi “dagangan” yang harus di
”beli” masyarakat Indonesia. Capres yang mempunyai visi yang jelas dan terukur
dalam pembangunan pendidikan yang seharusnya menjadi Presiden Republik
Indonesia.
Penutup
Pemilu
Presiden yang akan digelar beberapa bulan kedepan diharapkan mampu
membangkitkan kualitas pendidikan Indonesia sehingga mampu bersaing di tingkat
internasional. Pembangunan dalam bidang pendidikan harus di utamakan sebagai dasar
pembangunan Indonesia secara konfrehensif.
Penulis Adalah
Tuah Manurung, M.Pd
Guru SMA
Negeri 7 Kota Tanjungbalai dan
Wakil
Ketua PGRI Kota Tanjungbalai
Hp.
085297382324
Email: tuahmanurungap09@gmail.com
Komentar